Landasan
persataun dan toleransi-pluralisme di masa Pergerakkan Nasional lebih didasari
oleh kebersamaan dan perasaan senasib sepenanggungan akibat Imperialisme kaum
kolonial, sekarang dan di masa yang akan datang persatauan dan
toleransi-pluralisme harusnya lebih dilandasi oleh kesamaan pandangan tentang visi pemberdayaan
Masyarakat Indonesia sebagai “satu bangsa”.
Pada
20 mei 1908, dr. Sutomo bersama beberapa mahasiswa STOVIA asal Indonesia yang
telah menyadari bahwa masa depan
Indonesia berada di tangan pemuda terpelajar Indonesia menggagas berdirinya
organisasi Budi Oetomo. Bahwa Imperialisme dan Kapitalisme yang diterapkan oleh
kaum kolonial yang secara brutal menjajah, menindas, mengekang hak, mendominasi
dan mengeksploitasi sumberdaya Manusia
dan alam Indonesia selama lebih dari 2 abad harus dilawan dengan gerakan fundamental
yang didasari oleh Nasionalisme. Paham Nasionalisme dan prinsip kesatuan-persatuan
disini dapat difahami dengan mudah untuk mrenyatukan rakyat dalam pikiran dan perbuatan untuk menghadapi
penjajah serta penderitaan masyarakat bawah. Dalam konteks ini, destinasi dari
nasionalisme itu sendiri adalah membangkitkan perasaan terjajah yang senasib
sepenanggungan sehingga gerakkan yangdilakukan dapat lebih masif, terarah dan
dibawah satu payung kebersamaan.
Wilayah
Jajahan Hindia Belanda dari Pulau Sumatera sampai Papua Timur (Nusantara) yang
memberikan pemberontakkan separatis dengan cita cita kedaerahan hanya mampu
membuat gangguan kecil yang dengan mudah dipatahkan oleh kekuatan kolonialisme.
Memang pada dasarnya menyatukan gerakan yang sifatnya primordial dan
sekretarian dari seluruh Indonesia bukan hal mudah dan instan, proses
penciptaan pluralisme dan toleransi merupakan kuncinya. Disinilah Nasionalisme mulai
berperan, Nasionalisme mesti terus menerus dicanangkan dan dibangkitkan. Gagasan
dibentuknya Budi Oetomo pada 20 Mei 1908 merupakan pencetus Nasionalisme
sebagai ideologi organisasi ataupun kelompok kesukuan di seluruh Indonesia. Konsoloidasi
organisasi berbasis Nasionalisme ini terjadi pada tahun 1908 – 1926 yang merupakan
tahun persiapan untuk pergerakkan Nasional. Dan sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 merupakan
puncak dari manifestasi cita cita luhur
untuk lepas dari segala bentuk penjajahan sebagai satu kesatuan yang utuh, yaitu
bertanah-air, berbangsa, dan berbahasa yang satu yaitu Indonesia.
Sejak
Budi Oetomo didirikan, mulailah bermunculan organ organ karismatik-intelektual
yang menciptakan tatanan nasionalisme dalam organisasinya seperti Ki Hadjar
Dewantara yang menanamkan ideologi kebangsaan pada perhimpunan Indonesia, Tiga
Serangkai yang mendirikan partai politik pertama di Hindia Belanda Indische Partij, Haji Samanhudi
mendirikan Sarekat Dagang Islam, dan KH
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Kemunculan gagasan Nasionalisme sebagai
pemersatu kelompok kelompok di Nusantara berdasarkan asas toleransi dan pluralisme tidak lepas dari berbagai faktor
yang mendorongnya lahir. Pertama, Munculnya sosok sosok organ intelektual
dalam diri kaum terpelajar membuka
kesadaran masarakat secara universal untuk memahami arti penting kesatuan, persatuan,
dan toleransi dalam menyongsong massa depan yang gemilang. Kedua, keinginan
untuk lepas dari Imperialisme dan Kapitalisme bangsa Kolonial yang
menyengsarakan rakyat banyak akhirnya menstimulus perasaan senasib
sepenanggungan yang mengubah heterogenitas kelompok kelompok masyarakat di
Indonesia menjadi kekuatan pluralis yang toleran dan saling mengisi untuk mencapai
ideologi Nasionalisme yang satu.
Kaum
Muda terpelajar dan Nasionalisme sebagai motor penggerak toleransi berbangsa
dan bernegara merupakan hal sakral ang bisa kita pelajari dari sejarah persiapan
pergerakan Nasional ini untuk mencapai Indonesia yang dicita citakan sejak dulu.